Pages

Sunday, May 24, 2009

Penasihat Yang Terbaik Ialah Kematian

lanjutan dari artikel kembara di Aceh, ini artikel suntingan. Isu remeh ? sudah tahu ? Tak perlu dibaca?

Rasulullah saw bersabda, "Perbanyaklah mengingati sesuatu yang melenyapkan semua kelazatan, iaitu kematian!" (HR. Tirmidzi).Berbahagialah hamba-hamba Allah yang sentiasa bercerminkan kematian. Tidak ubah seperti penasihat yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, menyediakan bingkai kepada kehidupan bahkan mengawasi jalur kehidupan agar tidak lari dari relnya. Nilai pelajaran yang ingin diungkapkan oleh penasihat yang bernama "kematian" itu begitu banyak, bahkan dalam sesetengah situasi mampu memberi ketenteraman hati. Di antaranya adalah apa yang sering kita rasakan dan lakukan :
1.Kematian mengingatkan kita bahwa waktu sangat berharga.Tidak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tidak seorang pun tahu berapa lama lagi rentang waktu yang diberikan kepadanya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana juga tidak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu, pada hakikatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan kerana tidak ada satu detik pun waktu yang telah berlalu melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya) ".

2. Kalau kehidupan dunia boleh diumpamakan dengan pentas lakonan drama, maka kematian adalah akhir segala peranan yang dimainkan. Biar apapun peranan yang telah dimainkan, ketika pengarah drama mengatakan `tamat', maka selesai sudah lakonan tersebut. Akhirnya semua kembali semula kepada peranan yang sebenarnya.Maka adalah sesuatu yang kurang bijak atau mungkin kita dikatakan tidak siuman ketika kita bersikap keras untuk tetap selamanya menjadi tokoh yang kita mainkan peranannya sebelum ini, padahal lakonan drama tersebut sudahpun berakhir.Walau bagaimana baik peranan yang kita mainkan, tidak akan pernah melekat kepada diri kita selamanya. Mungkin kita bangga ketika dapat berperanan sebagai orang kaya atau kita menangis ketika berperanan sebagai orang miskin yang menderita tetapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir dan peranan-peranan itu akan dikembalikan semula kepada penulis skrip .Adalah sesuatu yang naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selama-lamanya. Begitu juga amat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selama-lamanya tetapi hakikatnya, semua bermula dan juga akan berakhir dan pengakhiran itu semua adalah kematian.

3.Kematian mengingatkan bahwa kita tidak memiliki apa-apa. Fiqh Islam menggariskan bahwa tidak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahad kecuali kain kafan walau siapapun kita samada kaya atau miskin, penguasa atau rakyat jelata. Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Ya, cuma kain kafan itu.Itu pun masih dikira baik kerana semasa kita lahir ke dunia kita tidak membawa apa-apa melainkan sebatang tubuh kecil yang tidak berpakaian.Lalu, adakah layak untuk kita meletakkan kejayaan kepada diri kita ketika kita meraih kejayaan tersebut? Patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan ianya milik kita? Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tidak berharga.Ternyata, semuanya hanyalah pinjaman dan pemilik sebenarnya hanyalah Allah Azza Wajalla. Ketika peranan kita selesai, pemilikan tersebut kembali kepada Allah swt. Jadi, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita merasakan kita memiliki sesuatu dan merupakan orang yang penting yang mengendalikan pemberian tersebut? Tidak sekali-kali, kita hanyalah hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peranan yang pernah kita mainkan selama hidup di dunia

.4.Kematian mengingatkan kita bahwa hidup ini sementara. Kejayaan dan keberhasilan kadang-kadang menghanyutkan manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selama-lamanya. Seolah-olah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tiada sesuatupun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan yang dirasai ketika ini.Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersedar bahwa segalanya akan berpisah dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tidak lebih dari sebuah putaran : Bermula, berkembang dan kemudian berakhir.
5.Kematian mengingatkan kita bahwa hidup begitu berhargaSeorang hamba Allah yang mengingati kematian akan sentiasa mempunyai kesedaran bahwa hidup ini amat berharga. Hidup tidak ubah seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga dengan bersungguh-sungguh. Petani itu khuatir, ia tidak akan mendapat apa-apa ketika ladang itu perlu dikembalikan semula kepada tuannya.Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…" dengan menyebut, "Ad-Dun-ya mazra'atul akhirah." (Dunia adalah ladang buat akhirat)Orang yang mencintai sesuatu tidak akan melewatkan walaupun sedetik waktunya untuk mengingatkan sesuatu itu. Termasuklah ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingati. Dengan memahami makna kematian, bererti kita sedang menghargai erti kehidupan.Ya Allah, jadikanlah kematian sebagai penasihat yang cukup bermakna buat kami supaya kami dapat menjalani kehidupan ini dengan penuh kefahaman serta menjadikan kehidupan ini sebagai ladang amal yang akan memberi pulangan yang terbaik untuk kami di akhirat nanti.
WAS ( Shah Alam)